Pada dasarnya, agama Islam tidak menetapkan hukuman mati kecuali pada kejahatan besar yang apabila dibiarkan maka akan mengakibatkan kerusakan dan menghilangkan rasa aman dan kedamaian dalam masyarakat. Beberapa kejahatan itu seperti pembunuhan terencana, penyerangan, perampokan atau merampas barang orang lain secara paksa di bawah ancaman senjata. Apabila korban pencurian terbunuh maka penguasa berhak menghukum mati pelakunya. Mereka juga berhak menghukum mati seorang pezina yang telah menikah
(zina mukhsan) yang telah terbukti bersalah dengan empat orang saksi yang terpercaya.
Untuk membuktikan kesalahan adalah sebuah proses yang rumit dan membutuhkan keadaan spesial. Apabila diaplikasikan secara keseluruhan, hukum Islam telah terbukti dapat menciptakan kedamaian dan kemakmuran masyarakat. Itu adalah jalan keluar yang ditawarkan Islam untuk menangani masalah tersebut.
Pada dasarnya, ketika Islam menetapkan sebuah hukum seperti hukuman mati maka hal itu adalah atas dasar wahyu dan perintah Allah. Dia adalah Rabb yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini. Hanya Dia-lah yang memiliki hak prerogatif untuk memberikan petunjuk dan menetapkan hukum.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menolak adanya hukuman mati karena hanya Allah yang telah memberikan kehidupan dan Dia pula yang berhak menetapkan kapan hidupnya berakhir. Allah jugalah yang berhak menetapkan jenis kejahatan apa saja yang menuntut hal tersebut.
Pertanyaan semacam ini hanya mungkin ditanyakan oleh orang-orang yang merasa mampu membuat undang-undang sendiri untuk manusia. Ini memberi jawaban kepada mereka, “Kalian tidak pernah memberikan kehidupan kepada seseorang, lantas bagaimana kalian boleh mengambilnya?
(Prof. Dr. Shalah Shawi)